Minggu, 25 Maret 2012

Desa Sumber


DESA SUMBER
                Di daerah Gebang terdapat sebuah perguruan yang cukup termashur dipimpin oleh Pangeran Suta Jaya Upas putra dari Ki Gedeng Pekandangan. Pangeran Suta Jaya Upas memiliki tiga orang murid yang mempelajari Ilmu Agama Islam dan menempah Ilmu Digjayaan yaitu Ki Mangangong yang berasal dari Pemanukan, Ki Ramyang dari Mataram dan Ki Aria Kokoh seorang Majapahit. Ketiga murid Pangeran Suta Jaya Upas ditugaskan melakukan pembabakan hutan Wara Wiri yang terkenal angker yang dijaga oleh Banas Pati dan Kemangmang. Ketika sedang melakukan pembabakan, tiba-tiba dikejutkan oleh Banaspati dan Kemangmang yang tidak merelakan hutan Wara Wiri tempat tinggalnya dihuni bangsa manusia. Terjadilah pertempuran sengit. Ketiga murid Pangeran Suta Jaya Upas mampu mengalahkan Banaspati dan Kemangmang, Akhirnya Banas Pati dan Kemangmang mengijinkan mereka untuk meneruskan pembabakan hutan Wara Wiri sampai sebuah pedukuhan baru dan lahan pertaniannya subur.
                Pangeran Suta Jaya Upas menamakan pedukuhan tersebut dengan nama Sumber

Desa Tuk Mudal


DESA TUK MUDAL
Raden GAnda Mulya alias Pangeran Atas Angina tau Raden Walangsungsang mendapat tugas dari Ayahandanya untuk mencari adiknya yang ernama Prabu Gagak Senagara yang sudah lama meninggalkan Istana Pajajaran. Raden Ganda Mulya melakukan pencarian adikya hingga tiba disuatu daerah yang dipenuhi pohon jati besar yang sudah berumur ratusan tahun dan dipenuhi tumbuhan alang-alang. Disitulah Raden Ganda Mulya menemukan adiknya selanjutnya Raden Ganda Mulya dan adiknya memutuskan untuk sementara menetap di daerah itu oleh karena tempatnya yang sangat sejuk. Raden Ganda Mulya kemudian dikenal dengan nama Ki Bkewuk dan menamapak tempat tempat ia bermukim dengan nama Wana Kerta dan ia dikenal pula sebagai Ki Gede Wana Kerta yang artinya Wana adalah Utan dan Kerta adalah aman sejahtera. Ki Blewuk memasuki daerah Wana Kerta sebelah timur setelah mendapat kabar akan kedatangan tamu dari Ratu Galu akibat menempuh perjalanan yang cukup jauh. Ratu Galu bersama rombongannya merasakan haus tiada terjira. Menyaksikan Ratu Galu kehausan, Ki Blewuk segera menancapkan tongkat ke tanah dihadapannya Ratu Galu duduk. Airpun memancar dengan deras sehingga tanpa dikomandoi Ratu Galu Bersama rombongannya segera meminum air itu. Untuk mengenang air memancar itu Ki Gede Wana Kerta atau Ki Blewuk menamakan daerah itu Tuk MUdal.

Desa Klayan


DESA KLAYAN

Sekitar abad ke-15 dihutan belantara sebelah selatan pusat peguron atau lebih dikenal Sunan Gunung Jati, terdapat esorang Pandita bernama Ki Ageng Dana Laya yang bergelar Pandita Raja sedang menjalankan tapa brata. Keberadaan Pandita Raja Patih Pajajaran yang sakti mandaguna yang ahli perang memenuhi tugasnya dari Prabu Siliwangi penguasa Pajajaran merasa khawati kekuasaannya akan runtuh akan runtuh melihat perkembangan agama islam yang begitu pesat. Dalam menjalankan tugasnyaPandita Raja segera menemui tokoh ulama besar dalam mensyiarkan agama islam yaitu Syekh Datul Khafi yang sedang membaca ayat-ayat suci Al-Qur’an. Pandita Raja terpaku, Syekh Datul Khafi menganjurkan agar Pandita Raja memeluk agama islam. Ajakan tersebut ditolak secara halus oleh Pandita Raja, namun ia berjanji akan kembali lagi setelah ia melanjutkan semedinya dihutan belantara. Mendengar seorang Pandita Raja yang sedang bersemedi, Mbah Kuwu Cirebon segera menemui Pandita tersebut dengan berubah wujud serta berganti nama menjadi Ki Gemu. Ki Gemu langsung mengajak Pandita Raja agar memeluk agama islam dan seandainya membangkang ia akan diusir dari pertapaannya. Pandita Raja marah lalu terjadilah perang tanding adu kesaktian yang sangat seru dan memakan waktu yang sangat lama. Pada akhirnya Pandita Raja mengakui keunggulan Ki Gemu dan pergi dari pertapaannya dengan hati kelaya-laya. Tempat pertapaan tersebut diberi nama Klayan.

Desa Lemah Tamba


DESA LEMAH TAMBA
Raden Walangsungsang Secara diam-diam meninggalkan Keraton Pajajaran untuk menuntut ilmu dan mamperdalam Syariat Islam. Perjalanan Raden Walangsungsang menuju kea rah Timur dan sampailah di Kaki Gunung Berapi. Di tempat itu ia berguru kapada Danur Warsi kemudian diberi cincin Ampal oleh gurunya yang punya banyak khasiat.
Selanjutnya Raden Walangsungsang  dinikahkan dengan putrinya yang cantik jelita bernama Nyai Mas Ratu Ending Geulis. Setelah cukup lama Raden Walangsungsang dan istrinya berada di Kaki Gunung Berapi, merekapun kemudian pamit melanjutkan pengembaraannya. Raden Walangsungsang beserta istri melanjutkan perjalanan menuju perguruan Gunung Jati. Karena merasa lelah setelah perjalanan jauh mereka beristirahat disuatu tempat dibawah pohon, teringat akan pesan dan nasehat sang Ibunya Nyai Mas Subang Larang, apabila mengalami sakit atau lelah, cungkillah tanah dengan kujang pusaka dan balurkan ke bagian tubuh yang sakit maka hilanglah rasa lelah dan rasa sakit itu dan akan terpancar air dari dalamnya.
Tempat mata air itupun menjadi sebuah sumur dengan sebutan sumur Karomat sedabgkan daerah sekitar itu dikenal dengan nama Pademangan Cikujang. Pademangan Cikujang selanjutnya diganti dengan nama Lemah Tamba yang artinya tanah dapat dijadikan obat.

Desa Batembat



DESA BATEMBAT
                Pada akhir abad ke-16 ada seorang yang paling dihormati dan disegani yang bernama Ki Juriman atau dikenal juga sebagai Ki Gede Juriman. Setelah menunaikan ibadah Haji, Ki Juriman membangun masjid yang diberi nama Masjid Alaliyah dan Ki Juriman diangkat sebagai Lebeh Cirebon yang pertama.
Dalam melaksanakan tugasnya Ki Juriman mempunyai dua orang pembantu yang bernama Ki Budi dan Ki Mulyo. Pengabdiannya Ki Juriman tidak hanya kepada kepada Mbah Kuwu Cirebon saja, tapi juga kepada Sunan Gunung Jati dan diikuti oleh para pembantunya dan para masyarakatnya sehingga mengundang perhatian pada wali setelah diselidiki ternyata Ki Juriman dan pembantu-pembantunya berasal dari daerah yang belum mempunyai nama, akhirnya para wali mengadakan musyawarah untuk member nama daerah Ki Juriman.
Setelah musyawarah pemberian nama tersebut selalu gagal, setiap calon nama diajukan selalu dimbat-mbat atau selalu ditimbang, selalu tidak disepakati dengan berbagai macam alas an.
Akhirnya dalam musyawarah Sunan Gunung Jati memutuskan member nama daerah itu Batembat.

Desa Mundu


DESA MUNDU
Sebelum Cirebon berkembang menjadi kesultanan pada sekitar Abad Ke 13 berlayarlah seorang ulama dari Negeri Bagdad bernama Syekh Abdul Rahman untuk menyebarkan agama islam di wilayah kerajaan Pajajaran dan kemudian dikenal dengan nama Ki Lobana. Kedatangan Syekh Abful Rahman diketahui Prabu Atas Ulun Raja Galu dengan kemarahannya yag luar biasa, ia memerintahkan pasukan khususnya agar menangkap Syekh Abdul Rahman yang dating bertapa di bawah pohon Mundu Gunung Cangak.
Syekh Abdul Rahman Berhasil ditangkap da dijebloskan ke penjara di Galu. Selama Syekh Abdul Rahman berada di penjara, selama itu pula Prabu Atas Ulun menderita sakit parah sehingga tidak bias memimpin negerinya dengan baik. Ketika Syekh Abdil Rahman atau Ki Lobana diminta bantuan untuk mengobati Prabu Atas Ulun, Ki Lobana bersedia mengobati dengan syarat raja dan Rakyat Galu seluruhnya memeluk islam. Prabu Atas Ulun menyanggupi syarat tersebut namun hanya dirinya yang masuk islam sedangkan keluarganya dan rakyatnya diserahkan kepada pilihannya masing-masing. Raden Serah Rasa dan Nyi NAs Arum Sari yang masih keturunan Pajajaran dan memiliki kesaktian tinggi keduannya menjadi murid Ki Lobana. Hampir semua ilmu termasuk ilmu agama islam telah dikuasai bahkan keduanya dinikahkan sebagai pasangan suami istri. Pasangan suami istri tersebut melahirkan seorang anak laki-laki yang diberi nama Raden Jempanan. Agar memiliki kepandaian, Raden Jempanan dititipkan kepada Mbah Kuwu Cirebon yang ketika itu telah menjadi pemimpin Kesultanan Cirebon. Setelah dipandang cukup berilmu Raden Jempanan mendapat perintah dari Mbah Kwuw Cirebon untuk membangun pedukuhan yang banyak ditumbuhi pohon mundu di Gunung Cangak, bekas pertapaan Ki Lobana pedukuhan didirikan Raden Jempanan itu kemudian dinamakan Mundu Mesigit dan Raden Jempanan mendapat gelar Ki Gede Mundu.